“Assallamuallaikum Pak…” ucap seorang ibu
pagi-pagi di atas peron 2 stasiun sudimara sambil menunggu commuter line jam
6.30 yang akan mengarah ke tanah abang. Sebagai mahluk yang dibesarkan di
sekolah bernuansa islam, maka refleks dari lidah ini adalah menjawab “wa allaikum
salam” yang langsung diiringi mengangkat tangan, bukan sebagai tanda menyapa,
lebih tepat masuk dalam kategori bahasa non verbal untuk mengucapkan “skip
dulu”
Kenapa “skip dulu” karena si ibu yang
mengucapkan salam tersebut, mengucapkan salam sambil menengadahkan telapak
tangannya meminta sumbangan sekedarnya dari para calon penumpang kereta yang
masih menunggu di peron. Ibu itu, merupakan satu dari beberapa tukang
minta-minta yang beroperasi di stasiun sudimara.
Iya mungkin bahasa gw terkesan
aneh. Kok “operasi” sebagai orang yang dijejali dengan ajaran bahwa sebagai
muslim haruslah kita toleransi dan peka kepada mereka yang lebih membutuhkan,
tapi entah kenapa, empati gw gagal muncul pas ibu ini mengucapkan salam dan
menengadahkan tangannya meminta sumbangan.
Dan boleh dong, kalau ibu ini gw bilang
lagi beroperasi, kalau dibilang kerja seinget gw gak ada pilihan jenis
pekerjaan di form KTP yang bertuliskan pekerjaan : pengemis.
Berdasarkan itung2an sederhan, peron di stasiun sudimara ini panjangnya ada mungkin 200 m. Selama gw nunggu kereta lewat (kurang lebih 15 menit), itu ibu udah menyapa
gw dengan “Assallamuallaikum pak” 2 kali. (dan tetap gw bales dengan waallaikumsalam)
Based on browsing kecil2an diketahui
bahwa jumlah penumpang di stasiun sudimara mencapai 9000 penumpang per hari.
Dibagi dengan 22 kereta yang lewat tiap hari berarti ada kurang lebih 400 orang
yang menunggu di peron stasiun sudimara per satu trip kereta. Kalau dari satu
rute kereta 5%nya saja memberikan Rp. 1000,- itu udah Rp. 20.000,-
Dari 22 trip yang ada. Paling padat adalah
rute pagi kalau rute sore para penumpang pasti akan buru-buru keluar dan tidak
berlama-lama di stasiun. Di pagi hari (dari jam 5 sampai 10 pagi) terdapat 9 rute kereta commuter line menuju tanah abang. Berarti, boleh dong
kalau kita buat semacam hitungan sederhana lagi dari 1 rute perjalanan bisa
ngantongin Rp. 20.000,- kalau beroperasi sampai jam 10 pagi ada 9 kali kereta
lewat bisa mengantongi Rp. 180.000, - per harinya. kalau sebulan beroperasi 20 hari, yang namanya UMR udah kalah kayanya ya... (Gak kenal lembur, gak kenal dipotong biaya outsource, gak kenal diomelin bos, gak kenal mata perih kena radiasi komputer terus menerus, hanya sampai jam 10 pagi setelah itu bisa usaha yg lain lagi, tapi kulit jadi geseng siy emang…) Mungkin ini juga alasannya jumlah yang ber"operasi" di stasiun ini cenderung bertambah, apalagi ini bulan ramadhan, dimana orang berlomba-lomba berbuat kebaikan.
eniwei, katanya memang kita gak boleh meremehkan kekuatan dari silaturahim, tapi kalau arti "salam sejahtera" udah terasa jadi "bagi gw duit dong!" kok rasanya gak enak ya di hati ini...
0 comments:
Posting Komentar